Firasat
Posted by Aulia RA , Saturday, 21 March 2015 02:11
Aku tidak
sabar menunggu datangnya hari ini, hari yang kamu janjikan. Hari yang menjadi
pertemuan aku dan kamu setelah lama tak bertemu, menahan rindu. Pertemuan nanti
adalah ritual melepas kangen, merasakan kembali aroma tubuhmu, hangat pelukmu,
dan mesra kecupmu.
Kukayuh sepeda
tua kesayanganku menuju tempat pertemuan kita. Sebuah tempat dimana disitu ada
danau yang tidak begitu besar, di sekelilingnya ada berbagai macam pepohonan,
bunga ester dan bunga lili. Aku ingin impian kita terwujud, untuk bisa membeli
tempat ini, lalu kita bangun rumah kita. Aku juga ingin membangun rumah pohon
di salah satu pohon-pohonnya. Anak-anak kita pasti senang sekali, berlarian di
tanahnya yang coklat, memancing ikan dan bermain-main di danaunya. Udaranya segar,
sejuk, anginnya berhembus lembut. Aku ingin segera tiba saat itu, kita yang
selalu mesra, anak-anak yang selalu bahagia, disana, rumah kita. Masa depan
kita.
Aku tidak
bisa membayangkan apa saja yang berubah dari kamu. Atau masih sama saja seperti
dulu? Kulit coklatmu, kumis tipismu, mata tajammu, alis tebalmu, dan ah, semuanya
yang tak akan aku sebutkan. Serta segala yang ada pada dirimu, yang mungkin
telah berubah. Kamu tahu? Jerawat bandel di pipi kiriku sudah hilang, dan
rambutku sudah bertambah panjang. Aku suka dengan rambutku yang hampir
sepinggang ini, tapi ujungnya aku potong
sedikit, biar kelihatan rapi waktu ketemu kamu.
Di keranjang
di belakang sepedaku, aku membawakanmu sesuatu yang kamu pasti sangat suka. Kubawakan
makanan favoritmu, nasi goreng, kamu pasti belum sarapan. Sekarang nasi goreng buatanku
sudah enak, tidak seperti dulu lagi, semoga kamu suka. Nanti kita makan bersama
disana. Teh manis hangat juga akan membuat dirimu lebih baik kan di pagi ini? Aku
juga membawa cemilan untuk menemani kita mengobrol nanti. Sudah seperti mau
piknik saja ya aku ini, hehe. Oh iya, selain itu aku juga membawakan hadiah
buat kamu. Buku favoritku, yang aku ingin sekali kamu membacanya, semoga kamu
ada waktu luang untuk membaca buku ini ya. Dan sebuah hadiah satu lagi yang
kamu akan tahu isinya saat kamu membuka bungkusannya, dan semoga kamu terkesan.
Hari ini,
Sabtu pukul delapan pagi. Sungguh, aku sangat tidak sabar. Kukayuh sepedaku
lebih kencang.
***
Akhirnya,
aku sampai juga di tempat favorit kita, tempat pertemuan kita.
Namun aku
belum menemukan sosokmu disana, diseberang danau hanya ada ayah dan anak sedang
memancing. Kulirik arlojiku, masih menunjukkan pukul delapan kurang lima belas
menit. Ah, kamu selalu begitu, datang tepat waktu, jika tidak ya terlambat. Oke,
kali ini aku menang dari kamu, aku datang lebih dulu.
Rasanya aku
sudah lama sekali tidak merasakan keindahan tempat ini. Tempat yang selalu
memberikan inspirasi untuk menulis atau menggambar. Untung saja buku sketsa ini
selalu aku bawa, jadi sembari menunggumu aku akan membuat gambar ilustrasi ayah
dan anak yang memancing disana.
Menggambar
selalu membuatku lupa waktu, dan ternyata saat ini sudah pukul sembilan. Benar-benar
tak terasa. Dan kamu belum juga datang, aku khawatir. Tidak mungkin kamu lupa
dengan janjimu sendiri. Janji yang kamu tulis dan kamu kirimkan kepadaku 5
bulan lalu. Dan tidak mungkin kamu tega membatalkan janji ini tanpa memberitahuku sebelumnya. Aku bingung
dan tidak tahu harus berbuat apa. Lalu kuputuskan untuk tetap menunggumu. Mungkin
kamu ada sesuatu yang membuatmu terlambat datang, atau halangan yang lainnya. Tak
dapat kusangkal aku sangat khawatir. Apa kamu mengerjaiku saja? Cuma mempermainkanku?
Aku coba tetap berpikiran jernih.
Aku berjalan-jalan
mengelilingi danau, memetik beberapa bunga. Nasi goreng dan tehnya sudah tidak
hangat lagi. Ayah dan anak tadi sudah beranjak meninggalkan dermaga di pinggiran
danau. Aku duduk disana, melamun. Membayangkanmu sudah berdiri dibelakangku
lalu memanggilku. Dan ketika aku tahu kamu sudah disini, aku akan langsung
memeluk erat dirimu. Namun itu hanya khayalanku saja. Tak pernah terjadi. Air mataku
menetes.
Matahari sudah
berada diatas kepala, menyengat tubuhku. Aku masih saja terduduk disini, tak
peduli sengatan matahari, aku akan tetap menunggumu disini. Biarlah air mataku
menetes dan bercampur dengan air danau, biarlah, aku tidak peduli, akan tetap
menunggumu disini. Biarlah aku sendiri disini, mati disini, aku tak peduli, aku
akan selalu dan tetap menunggumu disini. Sampai kamu datang. Itu bukti
kesetiaanku, jika kamu menanyakan.
***
Kemarin, kulihat awan membentuk wajahmu
Desau angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku
Semalam bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari, ku segera berlari
Ketika menghangatkan
tubuh dan aku menengok ke atas, kulihat awan membentuk wajahmu. Sang bayu
membisikkan namamu. Pun ketika
malam,bulan sabit yang kulihat bahkan melengkungkan senyummu. Gemintang,
konstelasinya, menjadi kamu. Semua yang kulihat, seolah-olah adalah dirimu. Aku
ingin memandang bulan bersamamu, sesuatu yang sudah lama tak aku dapatkan. Aku ingin
menggapai awan dan bulan itu, menggapaimu. Ah, tetapi itu tak nyata,itu hanya khayalan.
Alirnya bagai sungai yang mendamba samudera
Kutahu pasti kemana kan ku bermuara
Semoga ada waktu sayangku
Kupercaya alam pun berbahasa
Ada makna di balik semua pertanda
Firasat ini rasa rindukah ataukah tanda bahaya
Aku tak peduli, kuterus berlari
Apa itu
firasat? Firasat adalah cara alam berbicara kepada kita. Tapi saat itu kita
tidak dapat memahami padahal kita semua bisa berdialog dengan semesta. Karena dari
mulai berbicara, kita hanya mengenal bahasa manusia bukan bahasa alam. Kadang aku
tak tahu, mana yang firasat mana yang bukan. Mana yang firasat mana yang
pertanda. Yang kutahu, aku hanya rindu kamu. Semoga selalu ada waktu. Waktu untuk
bertemu kamu.
Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi
Dan lihatlah sayang
Hujan terus membasahi seolah luber air mata
Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi
Ku hanya ingin kau kembali
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi
Aku pun sadari
Kau takkan kembali lagi
Cintaku,
aku ingin kamu cepat pulang. Aku sangat rindu, rindu kamu. Cepatlah, aku tak
sabar. Aku tak bisa sabar jika semua itu tentangmu. Jangan pergi lagi, jangan
tinggalkan aku. Biarkan aku disampingmu. Biarkan aku bersamamu. Mendampingimu dan
hidupmu. Biarkan aku.
Hanya air
mata yang berderai, mengalirkan pertanyaan, “Akankah kamu kembali?”
***
Siang,
panas. Malam, gelap. Hujan, dingin. Aku tak peduli. Aku akan disini sampai kamu
datang. Aku akan pergi meninggalkan tempat ini bersamamu. Bersamamu.
Biarlah
aku sendiri disini, mati disini, aku tak peduli, aku akan selalu dan tetap
menunggumu disini. Sampai kamu datang. Itu bukti kesetiaanku, jika kamu
menanyakan.
***
Itu hanya
firasat. []
Parakan, 21 Maret 2015
Aulia RA
Post a Comment