I Have Trapped Here #2

Posted by Aulia RA , Sunday, 15 December 2013 22:36

Ririiiisssss...
Selamaaattt! Kowe D1 Pajak Jakarta!
Alhamdulillah :)

Aku menerima pesan itu pukul tiga dini hari. Pesan singkat dari teman sekelasku, Naila, yang dikirimkan sekitar pukul setengah dua pagi. Ada panggilan tak terjawab pula dari dia. Nyawaku masih belum terkumpul sepenuhnya. Aku langsung bergegas ke kamar mandi. Hari ini masih ospek, dan hari ini juga pengumuman USM STAN 2013. Aku belum bisa melihat pengumumannya. Koneksi internet di kos amat lambat. Dan aku menganggap sms dari Naila adalah gurauan belaka.

Selesai mandi langsung makan. Makan sebelum subuh. Berlebihan memang, ospek mulai jam 5.30 sarapan jam 3.30. Aku hanya malas terburu-buru. Mending bangun pagi, punya banyak waktu dan santai. Aku balas sms dari Naila.

Tenane, neng? Mbok ojo guyon to..
Aku durung iso niliki ki

Lama. Tidak dibalas-balas. Akhirnya aku memutuskan untuk bertanya pada dua teman kenalanku waktu tes dulu.

Gimana? Lolos nggak? Aku belum bisa liat ni

Aku sms begitu supaya siapa tau mereka mau melihatkan pengumumannya. Ada namaku atau tidak. Modus. Langsung dibalas. Mereka berdua lolos. "Ciyeeee, selamat yaaa.." Aku membalas. Dan mereka mau mencarikan namaku. Dan ternyata memang aku lolos. Aku bingung harus senang atau sedih. Senang karena aku diterima di STAN yang notabene perkara pekerjaan sudah terjamin, pun orang tuaku sangat bahagia. Atau sedih karena ini bukan bidang yang aku minati dan aku tuju. Bahkan ini adalah bidang yang sangat sangat sangat aku benci.

Meninggalkan universitas yang baru aku ikuti ospeknya sungguh tidak masalah. Karena jelas ini bukan kampus yang aku mau. Dengan senang hati aku pergi dari sini. Apalagi pergi dari kosku. Lebih senang hati.

Yang ada dipikiranku saat itu hanyalah menurut apa kata orang tua. Aku sudah pasrah. Sudahlah. Aku sampai saat ini belum bisa membahagiakan mereka. Mungkin dengan aku kuliah di STAN dapat menyenangkan mereka dan sedikit mengurangi beban mereka. Toh, bapak dan ibu juga sudah mengikhlaskan uang yang sudah dibayarkan ke kampus itu. "Ora opo-opo, Ris. Ikhlas. Itung-itung gawe sedekah. Mugo-mugo wae iso diganti karo Gusti Allah," ibu menenangkanku.

Hari terakhir ospek, aku dijemput kedua orang tuaku untuk pulang ke Temanggung. Menyiapkan segala berkas-berkas untuk daftar ulang. Selama satu minggu disini memang membuatku rindu Temanggung. Hanya seminggu lebih 2 hari. Satu pekan homesick. Satu kos berisi 3 orang dan aku tidak nyaman dengan 2 teman baruku disana.Yang satu suka membahas tentang cowok dan selingkuhannya dan satunya lagi suka menonjolkan diri, pinter bahasa Inggris lah, ini lah, itu lah. Benar-benar tidak nyaman. Beruntung satu rumah dengan ibu kos nya. Dan ada anak-anaknya yang lucu-lucu. Selama perjalanan pulang aku hanya melamun, membayangkan hal-hal baru yang akan kujalani nanti. Selain itu aku tidur, menahan lapar.

Kuliah di STAN adalah tantangan baru dalam hidupku. Dimana aku harus menempuh segala hal yang aku benci. Entah bisa bertahan atau tidak. Berbekal doa orang tua saja, belum ada niat dari diri sendiri. Apalagi dengan diriku yang masih belum ikhlas dengan dua kali penolakan  dari sebuah institut. Sempat terbesit pikiran untuk mengikuti SBMPTN tahun depan. Aku pun sudah menyiapkan buku-buku untuk belajar SBMPTN yang akan aku bawa ke Tangerang. Gila. Iya, aku memang sudah gila. Masih mau mengejar sesuatu yang jelas-jelas sudah jauh di ufuk barat. Menjauhi cakrawala. Padahal aku sudah berjuang keras untuk lolos kampus impianku itu. Tapi saat USM STAN, mengerjakan soal asal-asalan, santai dan agak serius untuk menghindari nilai mati. Ternyata malah lolos. Pun ketika tes kesehatan-kebugaran. Aku tidak pernah niat. Tidak mau latihan. Rasanya berat melakukan itu. Melakukan yang bukan dari hati.

***

Perkara tes kesehatan-kebugaran cukup membuatku terharu. Orang tuaku benar-benar prihatin. Sementara aku dengan nistanya tidak niat latihan. Benar-benar anak kurang ajar aku ini. Ibuku rela menemani aku menginap di rumah kakak sepupuku di Yogyakarta. Kebetulan saat aku kesana, mbak ku itu berangkat ke Jakarta untuk menghadiri acara Pagelaran Seni Anak Negeri yang disiarkan salah satu stasiun televsisi swasta. Hanya ada suami mbakku dan kedua anaknya yang masih kecil serta kakak sepupuku lagi, adik laki-laki dari mbakku. Jika ibu tidak ikut menginap, tidak ada yang memasak. Argumen ibu cukup kuat. Alhasil, beliau bisa ikut menginap. Adikku pun ikut-ikutan. Izin tidak masuk sekolah, adikku memang sangat manja dengan ibu. Tidak mau pergi jauh-jauh, tidak mau pisah. Padahal sudah kelas 1 SMP. Sebenarnya bapak juga mau ikut menginap dan mengantar aku saat lari. Tapi, ada rapat di kantor yang tidak bisa beliau tinggalkan. Bisa beresiko terhadap pekerjaan bapak. Dan kehidupan keluarga kami.

Satu hari sebelum aku berangkat ke Yogyakarta untuk tes wawancara dan tes kesehatan-kebugaran, aku benar-benar sadar bahwa aku harus lolos USM ini. Hanya satu alasan. Demi orang tua. Tidak ada yang lain. Mungkin aku tidak bahagia, tapi jika ini membuat orang lain dan orang yang aku cintai bahagia, Insyaallah akan membahagiakan aku juga.

Hari H telah tiba. Jadwal hari pertama adalah tes wawancara. Aku memasuki ruangan dengan gugup. Susah payah mengatur napas. Meja pewawancara sudah aku temukan. Duduk dan senyum.  "Selamat siang, Bu." Aku menyapa beliau dengan senyum lebar yang kusunggingkan. Penuh kemantapan. Demi bapak dan ibu. Beruntungnya aku, hal-hal yang ditanyakan dapat aku jawab dengan lancar. Apalagi pertanyaan pertama adalah tentang organisasi yang aku ikuti. Tentang tugasku sebagai Sie Peduli Alam di kelompok pecinta alam sekolahku. Aku jelaskan bahwa kelompok pecinta alam di sekolahku ilegal, belum mendapat izin dari pihak sekolah. Dan segalanya, proses kami mendirikan organisasi ini dan solusi yang kami tempuh untuk dapat beraktivitas sebagai selayaknya kelompok pecinta alam. Aku rasa, tes wawancara ini berjalan baik.

Hari berikutnya adalah tes kesehatana-kebugaran. Benar-benar menguji fisik. Fisikku yang lemah dan ringkih ini  mau tidak mau aku harus melalui tes ini. Aku yang saat mau latihan lari hanya bisa 2 putaran lapangan sepakbola. Dan ajaibnya, tidak terjadi saat tes berlangsung. Aku mendapat rompi berwarna emas dengan nomor punggung 6. Peluit sudah ditiupkan. Shalawat nabi aku baca pelan-pelan sambil berlari. Aku hanya berlari-kecil, berusaha tidak berjalan apalagi berhenti. Melawan sinar matahari yang begitu mencekat. Yogyakarta pukul 11 pagi sudah cukup memanggang kulit dan semangatku. Ajaib. Aku bisa bertahan 12 menit berlari keliling 5 putaran lapangan sepakbola tanpa berhenti. Berkat kekuatan doa orang tuaku.Sungguh mu'jizat yang luar biasa dari Allah. Tidak peduli walau hanya 5 putaran, yang penting aku bisa membuktikan jika aku kuat berlari. Tidak sia-sia dulu setiap Jum'at waktu SMP kami disuruh lari pagi. Dan saat SMA kami juga selalu lari. Lupa tepatnya kami lari berapa kilometer.

***

Sebanyak 30an anak diterima dari daerah asalku. Dan kurang lebih 25 anak berasal dari SMA ku. Hari minggu kami berkumpul di SMA ku membahas keberangkatan dan kos kami. Beruntung organda kami sangat peduli dan mau membantu kami mencari tempat tinggal di sana. Untuk anak laki-laki menempati markas organda. Dan yang perempuan manut-manut saja dicarikan kos. Kakak-kakak tingkat jauh lebih mengerti dan tidak mungkin memberikan yang tidak nyaman kepada kami.

Mungkin Allah akan menunjukkan sesuatu kepadaku lewat STAN ini. Aku hanya meyakini bahwa apa yang sudah diberikan Allah adalah yang terbaik bagi ummatNya. Yang harus aku lakukan saat ini adalah mengikhlaskan yang dulu-dulu dan memulai lembar hidup baru disini. Di kampus STAN ini. Aku akan terus berusaha mencintai apa yang aku lakukan sekarang. Walau ini sangat aku benci dan sangat berat aku jalani. Tapi aku masih mempunyai orang tua yang harus aku bahagiakan. Orang tua yang selalu memotivasi dan mendoakan yang terbaik bagi anaknya.

***

Senin. Pertama kuliah. Aku belum tahu masuk kelas mana dan sekelas dengan siapa saja. Ribet harus kesana kemari, disuruh menghubungi ini itu. Akhirnya daftar kelas ditempel. Oke. Namaku berada di kelas 1-H. Jadwal kuliah pertama adalah Pajak Penghasilan di ruang C205. Aku naik ke lantai 2. Ruangan sudah kutemukan, sudah ada dosen rupanya. Aku ketuk pintunya, si dosen hanya mengangguk tanda mempersilakan aku masuk. Aku lihat sudah banyak mahasiswa yang masuk, duduk rapi takjim mendengar ocehan si dosen. Dan alamak! Mengapa laki-laki semua? Dimana mahasiswinya? Hanya ada 4 mahasiswi. Aku mencari tempat duduk bagian belakang. Yang dekat dengan keempat mahasiswi tadi. Aku melemparkan senyum pada mahasiswi di sebelah kiriku. Aku merasa kikuk. Ah, mungkin belum datang semua, batinku. Tapi selama 2 jam kuliah perdana ini tidak ada lagi mahasiswi yang masuk kelas. Aku mahasiswi terakhir yang masuk kelas.

Satu kelas 37 manusia. 32 mahasiswa dan 5 mahasiswi. Sungguh, ini akan menjadi biasa. Dan disinilah petualanganku berlanjut.


- Aulia Wijanarko -







0 Response to "I Have Trapped Here #2"

Post a Comment