Kotak Sepatu

Posted by Aulia RA , Wednesday, 29 April 2015 03:16

Aku masih ingat betul dengan hari itu, dengan kejadian itu. Aku memang seorang pelupa, tapi untuk hal itu, Tuhan mengijinkan otakku merekamnya dengan baik dan menyimpannya dalam kemasan memori paling manis. 

Aku kira tak akan ada masa-masa seperti sekarang jika tak ada masa yang dulu. Kita melewati masa demi masa, waktu demi waktu, demi suatu tujuan yang entah apa. Tuhan masih merahasiakan. Pun malaikat malu untuk memberitahukan pada kita. Ah, dia hanya berpura-pura malu saja, padahal memang enggan untuk mengatakan. 

Segala kebetulan yang kutemui dalam perjalanan hidup ini, aku rasa itu bukan 'kebetulan'. Menurutku tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, kebetulan yang hanya kebetulan. Sejatinya kebetulan-kebetulan itu bernama takdir. Bukankah Tuhan sudah menggariskan hidup seseorang sebelum ia lahir di dunia? Takdir itu ada yang sudah mutlak tak bisa diapa-apakan lagi, tinggal menjalaninya saja. Dan ada pula takdir yang masih bisa kita perbaiki, kita rubah, selama kita mau berubah. Aku jadi ingat perkataan Tuhan, "Aku tidak akan mengubah keadaan suatu kaumku, jika mereka tak mengubah keadaan kaumnya sendiri", yah intinya begitu. Asal manusia mau berusaha, Tuhan akan mengabulkan. 

Aku pernah putus asa dengan takdir. Aku membenci takdirku. Aku mengutukinya. Bahkan aku pernah benci dengan Tuhan. Oh, Tuhan, maafkan aku. Aku hanya tak bisa terlalu sulit. Aku merasa segala perjuangan dan pengorbananku tidak menghasilkan apa-apa. Nol besar. Hingga akhirnya aku sadar bahwa Kau menginginkanku untuk lebih sabar. Jika batas kemampuan orang lain dalam menghadapi ujian adalah 10, maka Kau berikan ujian padanya sampai skala 7. Sementara batas kemampuanku adalah 100, maka Kau memberiku ujian sampai skala 99. Kemampuanku diatas orang lain, kesabaranku lebih dari orang lain, Kau memberiku lebih dari orang lain. Tapi Tuhan, ijinkan aku mengeluh kepadaMu. Aku capek, aku lelah, aku jenuh.

Lagi-lagi aku menyadari bahwa yang kupikirkan bukan hanya diriku yang sedang lelah ini. Ada orang yang harus selalu aku perhatikan, aku pandangi, aku rawat, aku awasi, aku ajari, aku bahagiakan, aku sayangi, dan semua itu aku lakukan dari jauh. Orang itu salah satu tokoh dari kepingan puzzle masa laluku. Tokoh yang membuat aku selalu ada dan karena dialah aku mampu berdiri sebagai pemeran utama. Aku ingin tokoh itu selalu menjadi bagian dari setiap keping puzzle yang aku rangkai. Biar aku tetap jadi tokoh utama yang mengatur kemana jari ini akan meletakkan keping demi kepingnya.

Namun ketika semua tampak rumit dan gantung, aku tak tahu harus bagaimana selain diam. Oh Tuhan, aku bingung. Banyak yang aku inginkan, banyak hal yang kupinta darinya. Ini yang selalu menjadi konflik. Saat yang kuinginkan berbanding terbalik dengan yang dia beri. Aku tak ingin menyalahkan siapapun. Wajar jika aku berkeinginan dan wajar pula dia yang tak mampu turuti inginku. Tetapi aku ingin seperti yang lain, Tuhan. Apakah aku salah? Aku rasa ini sederhana. Aku ingin membuatnya berbanding lurus. 

"Ini mau diletakkan dimana?"
"Biar disini saja." Jawabmu. 

Rasa-rasanya, semua ingin aku simpan rapat-rapat dalam kotak itu. Biarlah tak nampak lagi karena tertutup debu dan kelihatan mengenaskan di pojok ruang sana. Ah, perasaan ini, makin hari makin jadi, makin rumit dan tak karuan. Bosan dan jenuh yang makin liar, gerakannya tak dapat aku kekang. Tapi ia tak bisa lari, karena tidak ada yang membawanya pergi. 

Kamu dari masa laluku, sekarang, dan nanti, asal kamu tahu, aku (masih) menunggumu. 



Parakan, 29 April 2015 | 03:47
Aulia RA

Selamat Hari Buku

Posted by Aulia RA , Friday, 24 April 2015 01:28

Selamat hari buku, kamulah bukuku, yang tiap halamannya menciptakan rasa tertarik, penasaran, debar yang tak pernah berhenti.

Kamu adalah buku yang berbeda, aku selalu berharap, saat aku membuka halaman demi halamannya, aku tak akan berhenti untuk tetap membaliknya satu per satu.

Pun tak akan kubiarkan, debu dan noda lain hinggap mengotori, karena apa yang dipunya haruslah dijaga, sepenuh hati :)

Bintaro, 23 April 2014 | 17:37

RKBP

Kepada Kamu dari Hati yang Selalu Menunggumu

Posted by Aulia RA , Wednesday, 15 April 2015 20:32

Kepada kamu...

Ada yang bilang,
"Mencoba mendidik cinta dengan jarak dan mengajar sayang dengan waktu, agar ia berujung pada keikhlasan.
Belajar memiliki dengan berserah, berdekatan melalui jauh, dan berharap semuanya semakin jernih.
Mari salahkan jarak yang mengundang rindu, yang salah bila dipendam, dan bertambah bila dipandu.
Kita memang yang lemah ketika berhadapan dengan rasa, namun itulah indah dan pertanda kita masih manusia.
Tak banyak waktu bisa kuberi, namun satu hal yang bisa aku janji, apa yang ada padaku pasti aku bagi.
Wajar ada jumpa ada pisah, bukan dunia yang masalah, tapi surga yang jadi arah.
Semoga setelah ujian ini kita semakin bernilai dan terhadap kewajiban-kewajiban kita tak lalai.
Jangan tanyakan apakah ini perjumpaan terakhir kali, yang kita tahu pasti hanya padaNya semua akan kembali."


Disudut ruangan ini aku menangis tiap malam. Ketika aku mengingatmu, ketika rindu yang semakin lama semakin menyiksaku. Ketika aku terus menunggumu. Yang semakin larut semakin menyesakkan. Dan aku hanya bisa berharap dan berharap, aku masih memiliki sedikit waktu untuk merasakan dirimu, dirimu yang nyata. Bukan dirimu di dalam mimpiku dan di dalam bayanganku saja. Aku tak mau. Aku ingin lebih dari itu. Wujud yang tiga dimensi, bukan dua dimensi. Wujud yang sama seperti diriku. Manusia. Manusiamu.

Maaf, aku manusia, aku punya keinginan. Aku boleh kan menginginkanmu?

Lalu kepekatan rindu itu mengantarkanku pada keadaan bernama jenuh. Aku jenuh, benar-benar jenuh. Aku tidak sabar menghadapi ini. Maafkan aku.

Sabar, percaya, ikhlas, adalah hal yang sangat sulit buatku. Sekolah pun tak cukup mengajari ini. Kehidupan lah yang mampu. 

Melewati berbagai ujian di hidup, sepertinya sudah aku lakukan beberapa. Dan sekarang adalah proses dari ujian yang lain. Kamu mau membantuku melewati ini, kan? Aku tidak bisa melakukannya sendirian, aku butuh kamu. 

Belajar, belajar, dan belajar. Itu yang selalu aku lakukan sampai saat ini. Pun ketika aku jatuh, aku bangkit, jatuh lagi, bangkit lagi, lagi-lagi aku jatuh, lagi-lagi aku bangkit, begitu seterusnya. Karena hidup memang begitu.

Aku berjanji padamu, aku akan membagi semuanya kepadamu. Tak usah khawatir. Sekarang aku masih mencicil sedikit demi sedikit apa yang hendak kubagikan. Akan tiba waktunya nanti saat semua aku bisa berikan kepada kamu. Yang sabar, ya?

Diatas langit masih ada langit, apalagi yang namanya manusia akan selalu memandang yang ada diatasnya. Banyak yang lupa untuk memandang ke bawah, terlebih untuk bersyukur. Bersyukurlah dengan apa yang sudah kamu miliki sekarang. Nafsu tak ada habisnya, hati yang bisa membatasi. 

Hanya rasa syukur yang menghentikan pencarian dan cukup dengan mengembangkan apa yang sudah dimiliki. Sekali lagi, tak banyak hal yang kupinta, cukuplah berhenti disini dan tetaplah menyisipkan tangan di jariku untuk kembali. Jadikan aku surga yang selalu kamu rindukan.

Aku mencintaimu. Selalu.
Kepada kamu dari hati yang selalu menunggumu, mengharapkanmu, dan mencintaimu.[]

Parakan, 15 April 2015 | 20:28
Aulia RA

8760 Jam

Posted by Aulia RA , Sunday, 5 April 2015 22:40

Aku membayangkanmu sudah menungguku diluar, menjemputku. Lalu kamu memanggil namaku dengan suara khasmu. Suara yang telingaku sudah berteman akrab namun begitu kurindukan. Satu hal yang aku lakukan saat itu,tersenyum lebar kepadamu, ingin memelukmu tapi aku malu. Tatapan yang menusuk, jemari tangan yang menghangatkan. Seketika sirna penat seharian.

Aku membayangkanmu sudah berada disamping ranjangku, membangunkanku. Aku tak mau bangun, berat rasanya untuk membuka mata. Selimut masih melekat, bantal guling pun menggoda untuk dipeluk. Namun, belaian tanganmu di rambutku dan kecupmu di keningku laiknya sihir yang langsung membuatku terjaga. Dirimu, mentari pagiku, tersenyum manis seraya berkata "selamat pagi".

Aku membayangkanmu membawakanku sekotak coklat. Kamu menantangku berlomba. Siapa yang memakan potongan terakhir, dia yang akan menang. Aku masih mengunyah potongan coklat, sementara tanganmu telah siap mengambil sepotong yang terakhir. Aku pasrah sambil menelan kunyahan coklat. Potongan terakhir sudah ditanganmu, tetapi kamu suapkan kepadaku. "Yeey, kamu menang!", serumu. Aku cemberut namun segera berubah menjadi tawa kecil.

Aku bahagia melihat mereka sering bersama. Memasang foto bersama, bertualang bersama, dan hidup bersama. Itu bukan picisan tapi sebentuk kebahagiaan. Mungkin tak ada yang bisa membuat begitu bahagia selain kebersamaan. Tak ternilai, saking mahalnya.
Jam terus berganti. Dapat kudengar suara detiknya. Hingga 8760 jam, hal yang kubayangkan adalah semu. Tak ada sambutan, tak ada ucapan, tak ada perkataan. Tetes air mata mengiringi pergantian tiap detiknya.


Kepada kamu dari hati yang masih bertahan.





Parakan, 5 April 2015 | 23:23


Aulia RA