Tanpa Kata

Posted by Aulia RA , Thursday, 27 November 2014 21:21

Tanpa kata. Tanpa kata. Tanpa kata. Tanpa kata.

Aku hanya seorang bisu yang mencoba mengatakan apa yang ingin aku katakan. Tidak. Aku tidak akan pernah bisa mengatakannya. Hanya mulut komat-kamit ber-a-u-a-u tidak jelas yang nampak. Sampai kapanpun, kata yang ingin kuucap hanya a-i-u a-i-u bagi orang lain. Mulut terbuka tapi yang terdengar adalah decapan akibat gerakan mulut itu sendiri. Bukan suara yang timbul akibat getaran pada pita suara. Ya, selamanya akan tetap begitu. Apakah seperti omong kosong? Ah, itu beda perkara lagi, Kawan.

Aku pikir, tanpa kata yang terucap kau akan mengerti. Tapi, aku begitu bodoh ya. Jelas-jelas aku yang bisu begini, tak menghasilkan suara apapun, bagaimana mungkin kau bisa mengerti. Tanpa kata. Ya, tanpa kata. Tak mungkin kau akan mengerti hanya dengan suara decapan mulut, tak mungkin kau mengerti apa yang hendak aku sampaikan. Aku pikir begitu, ternyata aku salah. Ternyata aku harus tidak tanpa kata untuk membuatmu mengerti.

Tapi apa mau dikata. Sekali bisu tetap bisu. Suara yang kurindukan tak kunjung kembali. Harapan-harapan yang dulu dan kini sudah kubangun, ikut mengilang ketika suara itu juga menghilang. Laiknya satu kesatuan. Harapan muncul tanpa kata. Itu memang benar. Tetapi, Kawan, harapan terwujud bila dengan kata. Bukan tanpa kata. Harapan dan kata seakan menjadi satu kesatuan, seperti yang kubilang tadi. Harapan dan kata datang dari dimensi yang berbeda. Namun, mereka akan memiliki kekuatan bila dimensi yang berbeda itu digabung menjadi satu. Yang kemudian dinamakan sebagai dimensi kehidupan.

Dalam dimensi kehidupan kita dapat bergerak bebas. Ke atas, ke bawah, ke depan ataupun ke belakang. Namun kita tidak bisa bergerak bebas melampaui dimensi itu. Coba bayangkan, jika kita bergerak terlalu bebas sampai menembus batas dimensi kita, kemana harapan yang dulu kita bangun? Dia menguar entah kemana, lenyap.

Ya, harapan akan terwujud apabila harapan tersebut tersampaikan lewat sebuah kata bahkan hamparan kata. Hanya saja kita tak boleh bergerak terlalu bebas, Kawan. Tak boleh lalai dalam hal bernama ekspektasi. Walaupun berekspektasi itu sah-sah saja. Dibayangkan saja ketika ekspektasi kita itu tinggi tapi ternyata ekspektasi itu hilang, kita sudah melayang jauh. Tidak ada yang bisa menarikmu dari tarikan gravitasi bumi. Jatuh. Kita akan jatuh, Kawan. Sakit. Sebelumnya ekspektasi sudah membawamu terhindar dari tarikan gravitasi.

Tanpa kata. Tanpa kata. Tanpa kata. Tanpa kata.

Mungkin seharusnya aku tidak tanpa kata. Mungkin seharusnya aku tak menjadi seorang bisu. Mungkin seharusnya aku dapat mewujudkan harapan-harapan yang dulu dan kini sudah kubangun. Mungkin seharusnya aku tak terlena dengan ekspektasi yang kubangun sendirian. Mungkin seharusnya aku tak jatuh. Mungkin seharusnya aku tak sakit.

Tanpa kata. Tanpa kata. Tanpa kata. Tanpa kata.

Sungguh, aku sudah sangat lelah.

(Aku yang tak pernah bahagia di hari dimana orang-orang bahagia dengan datangnya hari ini.)

Temanggung, 27-11-2014 ; 21:20

ARA

0 Response to "Tanpa Kata"

Post a Comment