Maafkan Aku, Teman

Posted by Aulia RA , Sunday, 24 May 2015 09:23

Aku berbeda. Aku sekarang menjadi pribadi yang berbeda. Efek dari menganggur barangkali. Ah, intinya aku sudah berbeda.

Aku yang labil, tidak jelas, gamang, tak bisa mengambil keputusan yang jelas, dan aku yang merepotkan banyak orang.

Teman, setiap hari yang kulihat cuma dinding di ruangan 3x3 meter ini. Dan isinya yang berantakan. Buku-buku yang berserakan dimana-mana. Aku seperti hidup di dalam kandang, hanya sesekali keluar dari kandangku. Namun, tempat ini yang menjadi saksi perjuangan dan kesedihanku. Bagaimana tidak, aku setiap hari menangis disini. Bantal basah karena air mata, mata sembab karena air mata, sampai-sampai mataku perih karena keseringan menangis. 

Aku bosan disini. Sangat sangat bosan. Jenuh yang menumpuk membuatku emosi. Tapi aku hanya bisa menahan emosi itu. Setiap hari melakukan rutinitas yang membosankan, disuruh ini-itu, dan kadang dimarahi. Aku pernah berpikir, bagaimana jika aku minta sakit keras sama Tuhan biar aku diperlakukan baik. 

Aku tidak punya teman. Teman-temanku di perantauan masing-masing dengan kesibukan dan kehidupan masing-masing pula. Aku merasa sendirian. Aku menjaga jarak dengan orang yang baru aku kenal. Aku menutup diri. Aku takut ditanyai macam-macam. Teman-temanku hidup di telepon seluler ini. Aku hanya bisa menjumpai mereka lewat teks pesan singkat atau e-mail. Aku sangat butuh mereka. Aku ingin mereka bisa disampingku, menemaniku di masa sulitku. Tapi mereka sudah mempunyai kehidupan sendiri. Aku ingin menceritakan macam-macam: apa yang sedang aku rasakan, apa yang aku pikirkan, apa yang mengganggu pikiranku, kekecewaanku, kegelisahanku, dan masih banyak lagi. Mungkin aku salah menyampaikan, caraku yang salah. Dan untuk temanku yang sudah terlalu sering menerima curhat-curhatku, aku minta maaf, mungkin kamu sangat bosan dan sudah enggan untuk menanggapi. Semua kembali ke akar paragraf ini, aku ingin menceritakan dan ingin didengar. Aku tidak bisa memendam masalahku sendiri, aku butuh orang lain untuk berbagi, agar aku mendapat saran-saran yang baik dari kamu, Temanku. Maaf jika selama ini aku menganggumu. Aku butuh teman dan ingin diperhatikan. Aku kesepian.

Saat melihat fotomu bersama teman lain, aku cemburu. Aku takut dilupakan. Karena aku tidak mudah mendapatkan seorang teman. 

Aku jijik saat melihat wajahku di cermin. Wajah yang sudah lebih tua dari umur aslinya. Kantung mata yang makin menghitam, kulit yang makin kering dan keriput. Tidak ada senyum, tidak ada wajah ceriaku. Aku ingin seperti dulu, selalu ceria bersama teman-temanku, walau sedih aku tetap bisa tersenyum, bahkan tertawa lebar. Aku jadi ingat temanku pernah bilang, "Hatimu terbuat dari apa sih, Ris? Nggak pernah marah walau diledek habis-habisan." Ya,itu beberapa tahun lalu. Saat aku masih selalu ceria, selalu tertawa dan tersenyum, tidak ada muka kusut begini. Aku sudah sangat cuek dengan diriku, aku sudah enggan mengurus diri. Berantakan setiap hari.

Kalian tidak sepenuhnya mengetahui tentang diriku. Apa yang sudah kulalui, kuhadapi, dan kuterima. Segala kenyataan pahit yang membuatku makin kuat. Aku pernah marah dengan Tuhan, mengapa aku yang dipilih untuk menghadapi semua ini? Dari berjuta orang di dunia, dari sekian banyak perempuan, mengapa harus aku? Namun, pada akhirnya aku menyadari satu hal. Dengan diberinya cobaan ini, Tuhan sangat sayang denganku, Tuhan ingin aku ingat denganNya, bahwa aku masih punya dan selalu punya Dia.

Apakah kalian pernah merasakan hal yang sama denganku?
Bagaimana sulitnya membuat keputusan?
Apakah lebih baik bertahan atau tidak?
Bagaimana aku bisa bertahan dan menjalankan satu paham?
Bagaimana menentukan langkah yang benar yang harus aku ambil?
Bimbang di banyak hal?
Merelakan sesuatu yang sangat diperjuangkan dulu?
Menghadapi kemungkinan buruk?

Sekali lagi, aku hanya butuh kalian, Temanku. Aku butuh nasehat-nasehatmu. Maaf jika caraku menyampaikan salah.

Ada satu yang ingin aku tanyakan kepada kalian. Jika kalian berada di posisiku, apakah kalian bisa sekuat aku?



Parakan, 24 Mei 2015; 10:11
Aulia RA

Kepada Orang yang Baru Patah Hati

Posted by Aulia RA , Saturday, 16 May 2015 13:09



Kepada orang yang baru patah hati
Persilahkan dirimu bersedih
Orang-orang punya pandangan yang aneh tentang bersedih
Seakan-akan bersedih adalah hal yang tabu
Seakan kamu harus buru-buru tertawa setelah hal buruk menimpa
Tapi tidak
Seperti hujan di tepi senja, kamu harus membiarkan setiap sendu yang ada
Setiap kematian butuh peratapan
Begitupun cinta yang telah mati
Maka lakukanlah apa yang orang patah hati lakukan
Menangis hingga kamu tidak bisa mendengar suaramu sendiri
Makan coklat sebanyak-banyaknya
Mandi air panas hingga jarimu pucat
Pergi ke cafe dengan tatapan nanar
Pesan satu buah es teh manis
Karena kopi mungkin terlalu pait untuk diminum di saat seperti ini
Izinkan lah dirimu bersedih
Menangislah seakan ini terakhir kalinya kamu dikecewakan seseorang
Menangislah seakan kamu lupa cara nya berharap
Kepada orang yang baru patah hati
Setelah kamu bosan bersedih
Inilah saatnya kamu mengangkat dirimu kembali
Mulai dengan hal yang mudah
Kamu bisa mulai mencoba mengambil gitar
Dan mengambil nada-nada mayor yang bahagia
Ambil piano dan bermain soneta yang indah
Atau jika kamu tidak bisa bermain musik
Lihatlah dirimu di depan cermin dan bersenandunglah
Lalu diantara nada-nada itu bisikkan kepada dirimu sendiri
“AKU PANTAS UNTUK BAHAGIA”
Kepada orang yang baru patah hati
Selalu ada teman untuk menemani kamu
Pergilah bertemu temanmu
Tertawalah sampai lupa waktu
Tanyakan kabar teman yang lain
Pamerlah keberhasilan mu
Dibidang-bidang yang kamu suka
Dan jika memungkinkan nongkronglah sampai kamu diusir dari tempat itu
Emang sih kenangan terhadap dirinya kadang masih sering mengganggu
Tempat yang pernah kalian datangi tidak akan terasa sama
Teman yang belum tahu mungkin akan menghampirimu dan bertanya
“Si dia mana ya?”
Yang kamu akan balas dengan senyum tipis
Entah bagaimana menjawabnya
Tapi percayalah satu hal
“SEMUA INI AKAN BERLALU"
Sama seperti hal lain di dunia
Semua hal buruk pasti akan beranjak pergi
Hujan pasti akan terganti langit biru
Gelap pasti terganti terang
Dan luka pasti terganti dengan senyuman tipis di bibirmu
Kepada orang yang baru patah hati
Bersabarlah
Karena di setiap gelap ada cahaya kecil
Karena di setiap sakit ada pembelajaran
Karena kamu
“PANTAS UNTUK BAHAGIA KEMBALI”


-Raditya Dika

Terimakasih

Posted by Aulia RA , 08:27

"Selamat tidur, ya. Jangan lupa berdoa. Besok kalau udah bangun langsung kabarin aku supaya aku telepon."

Kalau ditanya siapa yang paling rindu membaca kalimat di atas, aku berani bersumpah demi apapun bahwa aku sangat ingin kita seperti dulu lagi, sehangat dulu lagi, dan seindah dulu lagi. Tapi, keadaan telah berubah, aku harus membiasakan diri untuk terlelap tanpa membaca chat-mu. Aku harus tidur tanpa berharap besok kamu akan menelepon dan menghubungiku.

Berat. Tapi harus aku jalani. Hidup berjalan ke depan bukan? Dan, aku ingin keluar sebagai pemenang, bukan pecundang.

Terima kasih untuk segala kenangan. Terima kasih untuk banyak pelajaran. Perlahan aku akan segera melupakanmu dan mencari penggantimu.

DD, 16/05/15

Pulanglah

Posted by Aulia RA , Saturday, 2 May 2015 00:03

Aku merindukannya. Ya, aku sangat merindukan lelaki itu. Seorang lelaki yang telah membuat aku mempertaruhkan masa depanku padanya. Karena aku percaya dengan dia. Masa depanku adalah masa depannya. Perjuanganku adalah perjuangannya. Seperti yang dia katakan dulu kepadaku.

Aku memang salah, aku telah melanggar janjiku sendiri untuk tak menjalin hubungan dengan seseorang. Apakah aku bodoh? Ah, aku rasa tidak. Aku hanya tak ingin menyia-nyiakan kehadirannya. Lelaki hebat seperti dia, lelaki pemberani, sifat yang aku temukan pada sosoknya. Lelaki yang pantas untuk menjadi masa depan, lelaki yang cukup dewasa, kebapakan, dan terkadang manja laiknya anak-anak.

Aku tak memiliki kriteria khusus untuk seorang lelaki, jika cinta ya sudah tidak memandang apapun, kan? Hanya menerimanya apa adanya. Dialah lelaki yang aku impikan, aku ingin dia mengajakku menua bersamanya, sampai hembus nafas terakhir, hingga raga tak lagi mampu berbuat banyak. Lelaki yang ingin aku jadikan sosok ayah untuk anak-anakku. Lelaki yang ingin kujadikan pemimpin untuk keluarga kecilku.
Aku sadar, dirinya bukan sepenuhnya milikku. Bahkan, dia belum sah jadi milikku. Dia masih seratus persen milik keluarganya, aku bukanlah prioritas pertama di hidupnya. Bukan aku saja yang merindukannya, orang-orang terdekatnya pasti sangat merindukannya. Canda tawanya, perhatiannya, leluconnya, pun marahnya aku sangat rindu.

Saat ini aku hanya ingin bertemu dengannya. Aku ingin memeluknya erat dan memastikan keadaannya. Walau aku tahu dia baik-baik saja, aku ingin bertemu dengannya.
Aku harap setiap pagi datang dia kembali pulang. Pulanglah sayang, aku ingin kau kembali pulang, aku tak ingin semua mimpiku hanya menjadi pemanis dalam tidurku.[]

Parakan, 1 Mei 2015 | 23:58
Aulia RA